Berita Terbaru

Saat Kursi Menteri Jadi Rebutan Partai Politik...

Baca Juga

Birokrasi Online, Pembicaraan mengenai jatah kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin mulai menghangat jelang berakhirnya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Jokowi pernah menyebutkan kriteria yang diinginkan dari nama-nama yang dicalonkan sebagai menteri adalah anak muda yang memiliki jiwa kepemimpinan, pekerja keras, memiliki kapasitas untuk menjalankan program pemerintah dan berintegritas.
Kabar terbaru, beredar luas surat berisi susunan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin di media sosial.
Namun staf khusus Presiden bidang Komunikasi Adita Irawati mengatakan edaran tersebut sebagai hoaks.
Diberitakan Kompas.com (9/08/2019), sejumlah partai pun terang-terangan meminta jatah kursi.
Menanggapi hal itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi mengatakan, selain faktor prestise dan publikasi, partai politik ramai-ramai mengejar jatah menteri untuk meraih pundi-pundi uang. Pasalnya saat ini partai politik menghadapi problem pendanaan untuk menjalankan organisasi dan mesin partai.
"Iuran anggota tidak jalan, dan partai mencoba menggali dana dari anggota yang di parlemen hingga pusat maupun daerah," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (15/10/2019).
Namun, itu saja imbuhnya tidak mencukupi. Maka partai dan politisi dari partai tersebut memasuki wilayah abu-abu dengan melihat kemungkinan memasuki anggaran kementerian.
"Ini wilayah abu-abu, tapi kementerian selalu mengelola anggaran," jelas dia.
Lebih lanjut, portofolio kementerian juga memberikan panggung bagi partai untuk tampil di publik.
"Insentifnya bukan finansial tapi politik," terang pria yang akrab disapa dengan Dodi ini.

Meraih kekuasaan

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana.
Menurut Aditya, pendirian sebuah partai politik tidak jauh dari dua hal yakni meraih kekuasaan dan ingin menjadi bagian dari kekuasaan.
"Jadi orientasi mereka jelas, kalaupun mereka berhasil mendapatkan itu (kekuasaan), maka kesempatan buat mereka menjalankan program yang sudah mereka susun berdasarkan ideologi, berdasarkan tujuan yang mereka inginkan, itu akan mudah sekali dilakukan," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (15/10/2019).
Pada konteks yang lain, menurut dia, partai politik (parpol) juga harus 'bertahan hidup'. Artinya apabila mereka ingin menang dalam lima tahun ke depan, maka parpol harus bisa menjaga pandangan dan sikap politiknya.
"Yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara masuk ke dalam pemerintahan, kalau di luar pemerintahan, dia (parpol) akan repot," papar dia.
Di sisi lain, banyak orang yang skeptis terhadap para politisi karena persoalan uang.
"Jadi kalau menjadi bagian dari pemerintahan misalkan ada program pemerintah, mereka akan dapat proyek. Proyek-proyek itu ya untuk kepentingan para politisi, ataupun di lingkaran para politisi tersebut, dan itu yang menghidupkan mereka," imbuh dia.
"Jadi masuk akal menurut saya kenapa parpol berburu jabatan menteri, berburu jabatan-jabatan politik," lanjut dia.
Menurutnya, persolan prestise itu tergantung dari seberapa besar usaha mereka dalam bekerja.
Misalkan, kerjanya positif dan direspons baik oleh publik, dan kemudian di daerah pemilihannya dan di konstituennya menganggap positif, maka citra partainya relatif akan baik.
Namun, bila kebalikannya, yang terjadi akan dipandang buruk, apalagi bila ada politisi dari partai tersebut yang terjerat korupsi.
"Jadi tergantung performance dari partai tersebut, tidak bisa digeneralisir," tutup dia.

Tidak ada komentar