Berita Terbaru

3 Tahun Revisi UU ITE, SafeNet Desak Hapus Pasal Karet

Baca Juga

Birokrasi, Koalisi masyarakat mendesak agar pemerintah dan DPR merevisi lagi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Indonesia, Damar Juniarto, mengatakan beleid tersebut harus segera direvisi sebelum menelan lebih banyak korban.
"Koalisi mendesak agar dua pasal karet di dalam UU ITE dihapus," kata Damar kepada Tempo, Kamis, 28 November 2019. Dua pasal karet yang dimaksud adalah soal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Safenet mencatat ada 381 kasus UU ITE sepanjang 2011 sampai 2019 yang menjerat baik perorangan maupun institusi.
Sementara itu, kata Damar, jika merujuk pada situs registrasi Mahkamah Agung, ada 508 perkara di pengadilan yang menggunakan UU ITE sepanjang 2011-2018. Ia mengatakan kasus paling besar terjadi pada 2018 yaitu 292 perkara.Angka ini meningkat dibanding tahun 2017, sebanyak 140 kasus. Sengketa sepanjang 2018 ini bahkan melebihi dari total 2011-2017 yaitu 216 kasus.
Sementara itu, Paguyuban Korban UU ITE (Paku ITE) menilai penghapusan pasal karet sangat penting. Koordinator Paku ITE Muhammad Arsyad ingin kriminalisasi menggunakan beleid itu harus dihentikan.
Apalagi, kata dia, ada penyalahgunaan pelaporan UU ITE. “Pelapor biasanya punya motif balas dendam, barter kasus, membungkam kritik, shock therapy, dan persekusi kelompok,” kata Arsyad.
Tempo.co bekerja sama dengan Safenet dan Paku ITE mengangkat cerita orang-orang yang terjerat pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian dalam UU ITE.
Ada seorang mahasiswi yang menjadi dibidik pasal karet UU ITE karena mengadukan pelecehan seksual yang menimpa dia.
Ada juga seorang dosen yang menjadi tersangka karena memprotes kebijakan kampus. Pun cerita seorang aktivis HAM yang dibidik karena dituduh polisi menebar provokasi dalam insiden pengepungan asrama Mahasiswa Papua.

Tidak ada komentar